Kehidupan Setelah Menjadi Alumni UGM: Ekspektasi yang Tinggi dan Mudah Dapat Kerja?
Memang benar, bisa kuliah di perguruan tinggi itu adalah privilese, apalagi bagi anak yang lahir dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Kesempatan ini tidak bisa didapatkan semua orang, terlebih bisa kuliah di salah satu PTN bergengsi di Indonesia, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ketika masih semester-semester awal, tentu tidak berlebihan jika saya merasakan euforia penuh kebanggaan. Di saat tetangga lebih banyak yang lulu SMK atau bahkan sampai tamat SMP saja, saya bisa kuliah. Di universitas impian banyak orang pula.
Akan tetapi, euforia tersebut tidak berlangsung lama. Setelah menjalin relasi di lingkungan UGM, saya menyadari bahwa saya nggak spesial-spesial amat. Dalam satu angkatan di prodi saya, jumlahnya ada 68. Di FISIPOL ada sekitar 800-an mahasiswa se-angkatan. Sedangkan di tingkat universitas, ada 9.000 lebih mahasiswa baru di angkatan 2020. Saya tidak se-istimewa itu. Hanya salah satu mahasiswa (yang biasa-biasa aja) di antara ribuan mahasiswa yang punya prestasi segudang.
Perasaan Ketika Bisa Lulus dari UGM
Singkat cerita, saya bisa lulus dari UGM. Bisa menyelesaikan studi di Program Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dengan hasil yang cukup memuaskan. Baik dilihat dari hasil di atas kertas maupun pengalaman di organisasi dan profesional.
Saya merasa lega karena selama menjalani kuliah, tidak sampai merasakan masa-masa kuliah yang terlampau berat sampai hampir ingin menyerah. Semua bisa saya tangani dengan baik, meskipun pada beberapa momen, fase menangis karena sulitnya hidup di perantauan untuk pertama kali pasti pernah dirasakan.
Terlebih, saya juga tidak merasa salah jurusan. Ini menjadi sebuah berkah di saat banyak mahasiswa yang merasa salah jurusan selama kuliah. Mungkin, ini juga yang menyebabkan saya tidak merasa berat selama menjalani perkuliahan. Enjoy-enjoy saja.
Tugas akhir yaitu skripsi juga bisa ditaklukkan dengan tidak begitu sulit. Meskipun sempat ganti judul dan metode yang bikin pikiran terasa mentok, tetapi akhirnya selesai juga. Lulus tidak lebih dari 8 semester dan tidak pernah mengulang mata kuliah. Alhamdulillah. Lega. Bahagia.
Ekspektasi Orang-orang Tentang UGM
Bagi orang yang tahu nama besar UGM, pasti punya ekspektasi tertentu pada alumninya. Jangankan alumninya, mahasiswa UGM oleh sebagian masyarakat akan 'diagung-agungkan' karena diekspektasikan punya seperangkat kemampuan tertentu. Entah itu dari kecerdasan akademiknya, kemampuan dalam berbaur dengan masyarakat, atau cap bahwa orang yang bisa masuk UGM, pasti orang berada.
Ekspektasi-ekspektasi semacam itu hampir semua pernah saya alami. Termasuk disambut dengan antusias ketika KKN, diidolakan adik kelas di SMA (meskipun agak self-claim), hingga dikira paham semua update-an tentang politik mentang-mentang saya kuliah di FISIPOL UGM. Tidak jarang mahasiswa atau alumni UGM 'merahasiakan' identitasnya ketika ditanya lulusan atau kuliah di mana. Sebagian mereka akan menjawab "kuliah di Jogja" dan tidak menyebut nama UGM jika tidak penting-penting amat, termasuk saya.
Alumni UGM Pasti Mudah Dapat Kerja?
Bagi sebagian besar orang, setidaknya yang tidak tahu fakta menyedihkan tentang sulitnya mencari pekerjaan saat ini, akan menganggap bahwa lulusan UGM pasti akan mudah diterima di mana-mana. Ya, memang ada lowongan kerja diskriminatif yang mensyaratkan alumni PTN tertentu, tetapi bukan berarti semua alumni UGM akan mendapatkan pekerjaan dengan mudah.
Lalu, memang ada sebagian yang lancar mendapatkan pekerjaan karena kekuatan relasi, termasuk di jurusan saya sendiri. Namun, biasanya mereka yang diterima melalui jalur ini, tetap berkompetisi secara sehat karena relasi yang kuat hanyalah gerbang awal, sedangkan yang menentukan keterima atau tidaknya tetap kompetensi yang dimiliki.
Sedangkan saya sendiri cukup terbilang mujur karena keterampilan yang diajarkan selama kuliah memang cukup 'spesial' dan perbandingan dengan kebutuhan tenaga kerja yang ada tidak membludak. Hal ini menyebabkan saya dan beberapa teman relatif mudah mendapatkan pekerjaan, meskipun sebagian alumni pada tahun-tahun awal belum menjadi pekerja tetap.
Perjalanan Karir, Terhitung Mulus?
Di tahun 2023, saya mendapatkan kesempatan menjadi Asisten CDO (Community Development Officer) di salah satu BUMN selama beberapa bulan di Cilegon. Ini pertama kalinya saya terjun di bidang CSR (Corporate Social Responsibility).
Lalu, sekitar satu bulan sebelum sidang skripsi, saya bekerja sebagai Asisten Peneliti di salah satu perusahaan konsultan CSR yang berkantor di Surakarta (Solo). Posisi yang banyak diambil oleh mahasiswa dan alumni PSdK UGM di awal karirnya. Bedanya, saya mengambil kesempatan ini di perusahaan swasta, bukan di luar kampus.
Selama menjadi Asisten Peneliti di perusahaan tersebut, saya juga mengambil beberapa project, entah tawaran dari teman maupun project pribadi seperti menulis artikel di media atau membuat produk digital.
Di sela-sela pekerjaan yang saya tekuni tersebut, saya juga 'iseng' daftar CPNS. Bermodal pengetahuan tentang menjadi 'abdi negara' seadanya, sekarang saya sudah resign di pekerjaan yang ada di Surakarta (Solo) dan sedang menunggu hasil pemberkasan akhir CPNS. Alias, tinggal nunggu NIP (Nomor Induk Pegawai) dan beberapa tahap minor lainnya. Singkatnya, saya akan menjadi CPNS.
Plot twist, tapi ya nggak plot twist amat. Memang pengin kerja di pemerintahan. Cuman nggak nyangka bakal secepet ini.
Kesimpulan
Kehidupan pasca kuliah memang tidak se-menyenangkan ketika kuliah. Namun, memang harus disyukuri.
Fase ini mengajarkan saya untuk bisa lebih mandiri, bertanggung jawab atas hidup sendiri. Di tengah ekspektasi orang-orang tentang alumni UGM yang harus berkarir di tingkat nasional atau bahkan internasional, saya dengan santai mendaftar CPNS di Pemprov. Jatim sebagai jalan tengah agar tetap bisa dekat dengan keluarga sekaligus bisa hidup dengan lebih layak.
Syukurnya, di fase jeda pulang kampung setelah resign dari kerjaan, saya malah dapat rezeki mengerjakan buku dari salah satu perusahaan konsultan CSR dari Bandung.
Jadi, bagaimana kehidupan setelah menjadi alumni UGM? Bangga dan sangat layak disyukuri.
Posting Komentar