Derita Punya Pacar Orang Wonogiri: Tidak Bisa Foto Estetik di Stasiun Tugu hingga Ikutan Muak dengan Mie Ayam dan Bakso

Tugu Pusaka di Kecamatan Selogiri, Wonogiri. (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)
Tugu Pusaka di Kecamatan Selogiri, Wonogiri. (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Wonogiri, daerah yang dulu namanya sangat asing bagi saya. Bahkan, letak pastinya pun saya dulu tidak tahu ada di mana. Baru ketika saya punya pacar orang Wonogiri, saya jadi tahu ternyata daerah ini masih masuk wilayah Solo Raya. Meskipun, saya tahunya dengan ekspresi kecilik karena menanyakan plat nomor kendaraan orang tuanya yang berawalan AD. Entah Wonogiri yang terlalu pelosok, atau saya saja yang kurang wawasan geografi. Mungkin keduanya.

Tidak ada rute kereta Jogja – Wonogiri

Bagi muda-mudi yang mempunyai pacar ketika merantau di Jogja, foto dengan gaya berpamitan di depan Stasiun Tugu seperti sebuah kewajiban. Ketika bertanya ke beberapa teman, pasti mereka pernah setidaknya satu kali nggak bisa diajak main atau pamit gasik dari tongkrongan karena mau nganter doi-nya ke stasiun. Ya, kalau nggak ke Stasiun Tugu, setidaknya ke Stasiun Lempuyangan. Namun, ritual semacam ini tidak bisa saya tunaikan ketika mengantar sang kekasih ketika hendak pulang kampung.

Ritual yang sering saya lakukan ketika dia hendak pulang kampung adalah mengantarnya ke terminal, meskipun saya juga ragu apakah tempat tersebut dapat disebut terminal. Tempatnya terlalu kecil, tidak seperti bayangan terminal di kepala saya. Tidak seperti stasiun yang jaraknya masih cukup dekat dari wilayah kampus UGM, untuk menuju terminal ini saya perlu macet-macetan melewati Ambarukmo Plaza hingga berpanas-panasan melewati fly over Janti. Memang lebih effort, apalagi kalau weekend atau di musim libur. Perjalanan jadi semakin terasa jauh. Namun, namanya juga cinta. Samudera pun akan ku seberangi.

Pesan makanan via ojol nggak bisa, kirim paket dari Jogja ke Wonogiri seminggu baru sampe!

Salah satu bahasa cinta, atau love language adalah giving/receiving gift. Dan salah satu gift (hadiah) yang paling simpel dan pasti bermanfaat adalah makanan. Bagi muda-mudi di perkotaan, mengirim makanan via ojol ke pasangannya adalah hal yang sangat lumrah. Tidak repot, tetapi sudah dianggap effort. Namun, ketika pasangan Anda adalah orang Wonogiri dan sedang di Wonogiri, aktivitas seperti ini mustahil untuk dilakukan, setidaknya untuk sekarang.

Di Wonogiri, tidak ada ceritanya cewek ngambek terus dikirimin Chatime via ojol terus dikasih catatan lucu sebagai permintaan maaf. Tidak ada juga sepasang anak SMA yang antri seperti ular untuk seporsi gacoan dan udang keju. Hal bagus dari fenomena ini mungkin masyarakat Wonogiri nggak perlu nge-boikot brand-brand makanan cepat saji dan kedai kopi kekinian karena memang nggak ada. Jadi, bisa dibilang orang Wonogiri nge-boikot secara alami dan sejak lahir.

Selain itu, mau kirim paket ke Wonogiri pun lamanya minta ampun. Pernah pacar saya habis penelitian di luar Jawa dan membawa oleh-oleh yang tidak sedikit. Disebabkan masih ada kepentingan di Jogja, maka oleh-olehnya pun dikirim via ekspedisi. Malam itu, ekspedisi yang masih buka si warna merah. Pikir saya, dengan jarak Jogja – Wonogiri yang tidak jauh, palingan 2 (dua) hari juga sampe. Soalnya, saya kirim paket Jogja – Jember dan rute sebaliknya paling lama juga 4 (empat) hari. Paling sering ya cuman 3 (tiga) hari doang. 

Akan tetapi, ternyata di luar dugaan. Paket yang dia kirim baru sampe ke rumahnya tepat satu minggu kemudian. Itu pun harus dijemput ke agen, tidak diantar ke rumahnya langsung. Dan, sepertinya oleh-oleh yang dikirim jadi mubazir, soalnya sudah keburu basi. Sebab itu, pacar saya jadi jarang membawa oleh-oleh yang banyak kalau habis dari luar kota, kecuali memang ada rencana langsung pulang ke Wonogiri. Sampai sekarang, dia kapok untuk kirim paket via ekspedisi lagi. Kalau ada sesuatu yang harus dikirim ke rumah, mending pulang sekalian.

Bakso dan mie ayam adalah menu “haram” ketika makan berdua

Meskipun saya adalah pecinta bakso dan mie ayam, semenjak berpacaran dengannya, saya jadi jarang makan keduanya, terutama mie ayam. Pasalnya, setiap kali saya ajak makan bakso atau mie ayam, dia bilangnya di Jogja nggak ada yang cocok di lidahnya. Kalau pun ada, kedua makanan ini jadi menu last choice dalam kamus kuliner di kepalanya.

Pada akhirnya, pikiran saya jadi ikut-ikutan mengamini bahwa bakso dan mie ayam di Jogja itu rasanya nggak ada yang pas, biasa-biasa saja. Ya meskipun, kalau bakso, saya masih sesekali makan. Entah itu ketika di Jogja, maupun di Solo. Namun, meskipun pas masa-masa kuliah ada masa di mana saya sangat sering makan mie ayam di Jogja, sekarang jadinya nggak makan sama sekali dan belum ada gairah untuk mencicipinya lagi. Entah hanya karena sugesti dan perilaku menyamakan pendapat dengan pasangan, atau lidah saya yang makin pilih-pilih mentang-mentang sudah nggak jadi mahasiswa.

Bagi kamu yang ingin punya pacar orang Wonogiri, mending dipikir-pikir lagi. Akan jarang momen di mana kamu bisa foto berdua di stasiun. Kalau pada akhirnya akan menetap di Wonogiri, makanan viral semacam Gacoan dan Mixue sepertinya juga tidak akan kamu temui di sana, apalagi di wilayah kabupaten-nya (aka pedesaan). Wonogiri bagian kabupaten hanyalah dataran tinggi yang dinginnya nanggung dan hanya ramai dengan bus-bus antar kota serta truk-truk besar yang bikin ngeri.

Derita Punya Pacar Orang Wonogiri: Tidak Bisa Foto Estetik di Stasiun Tugu hingga Ikutan Muak dengan Mie Ayam dan Bakso Derita Punya Pacar Orang Wonogiri: Tidak Bisa Foto Estetik di Stasiun Tugu hingga Ikutan Muak dengan Mie Ayam dan Bakso Reviewed by David Aji Pangestu on 9/05/2024 11:52:00 PM Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.